Dalam dekapan Cinta (Bagian Dua)

by - 22.58

Suasana kota jakarta cukup padat pada pagi hari. Semua bertebaran menuju tempat masing-masing, ada yang ingin ke kantor, pergi sekolah, ke pasar, semua menjadi satu. Kemacetan kota jakarta tidak asing lagi bagi adam meskipun ia berbulan meninggalkan kota jakarta. Pun,  metro mini yang membawanya kencang tak membuat ia panik, sudah biasa.

            Wajah adam menghadap jendela metro mini yang sedikit reot dimakan waktu. Matanya melihat – lihat keluar jendela menyaksikan orang yang lalu lalang. Kini, sang supir mulai menghentikan mobilnya melihat penumpang yang ingin naik.

            Adam melihat penumpang itu, seorang wanita bercadar persis seperti wanita yang di lihatnya kemarin. Dadanya kini mulai kembang kempis, nafasnya mulai tidak beraturan karena wanita itu kini melihat adam. Ia alihkan pandanganya keluar jendela dan pura-pura tidak melihatnya.
“ya Allah, semoga dia ngga duduk disamping ku..” gumam adam dalam hati.

            Kulit adam kini mengeluarkan keringat dinginnya, ia panik kalau-kalau wanita itu duduk disampingnya.

            Mata wanita itu mulai mengitari tempat duduk yang kosong, sembari berjalan pelan menuju belakang, dan sepertinya ia menemukan tempat duduk kosong persis disamping lelaki berkemeja putih itu.

            Adam melirik-lirik, apakah wanita bercadar itu ingin duduk disampingnya. Sepertinya, adam bisa bernafas lega. Ia duduk disamping pak tua berkemeja putih yang sedang tertidur, tepat di depannya.
“alhamdulillah..”  gumam dalam hati sembari mengusap dadanya.

            Metro mini itu kini melaju kencang. Semua mata penumpang pun kini tertuju pada wanita bercadar hitam itu. Terlihat lelaki sinis yang ada disebelah tempat duduknya, melihatnya dengan begitu geli.

“eh... ada ninja naik metro.” Teriaknya sambil tertawa.
Wanita itu diam, tak ingin membalas perkataan lelaki menyebalkan itu.
“muka ko di topengin neng... ada tompelnya yaa..?” lelaki itu tertawa puas. Para penumpang pun hanya bisa diam melihat lelaki yang tidak sopan itu.

            Pun, wanita bercadar itu tetap diam dan sesekali mengucap istigfar dalam hatinya.
Adam yang duduk dibelakang wanita itu pun kesal mendengar perkataan lelaki itu, ingin sekali rasanya menghajar lelaki yang tidak bisa menghormati wanita yang berpegang teguh pada agamnya.

            “coba buka dong topengnya..” tangan lelaki itu cepat menyentuh cadarnya.
            Adam yang dari tadi menyaksikan, langsung menggenggam keras tangan lelaki itu.

“maksud anda apa menggangu wanita ini !?” tanya adam dengan nada keras.

           Suasana mulai tegang menyelimuti metro mini. Para penumpang hanya diam dan tak ingin ikut campur  dengan masalah yang mereka hadapi.

“eh.. siapa lu! Berani banget lu ngalang-ngalaing gue, lepasin ngga!” bentak lelaki yang juga mengenakan topi kecokelatan .

“saya tidak akan melepaskan tangan anda sampai anda menjauh dari wanita ini!”
“ah.. banyak bacot lu!”
“duk!” tangan lelaki itu mendarat kencang di pipi adam. Adam terjatuh, ia pingsan.

            Wanita bercadar itu berteriak, dan spontan mendaratkan tasnya kewajah lelaki yang baru saja memukul penumpang. Para penumpang yang melihat hal itu tidak tinggal diam. Mereka langsung menolong dan meneriaki lelaki itu dengan maling agar semua penumpang menangkapnya. Panik, lelaki itu segera turun dari bis dan meninggalkannya.

***

            “Assalamu’alaikum..” pria berpakaian rapih dengan peci hitam di kepalanya mengetuk pintu. Belum ada jawaban dari sang penghuni rumah. Setelah dua kali mengucapkan salam..
“Wa’alaikumsalam, sebentar..” suara dari dalam mulai rumah terdengar.

Di bukanya pintu oleh sang pemilik rumah.
“subahanallah, samsul!”
mereka berpelukan.
“kapan datang? Ayah mu mana?”
“Baru sampai pak, ayah tak bisa ikut karena harus menghadiri undangan para buya disana” jawab samsul dengan logat khas daerah minang.
“oh.. yausdah, ayo sini masuk-masuk. Kenapa tadi tidak bilang bapak, nantikan bisa bapak jemput dibandara”
“tak apa pak, saya takut merepotkan”
“tentu tidaklah nak samsul, kamu kan tamu di tempat bapak, silahkan duduk dulu”

            Samsul pun duduk di ruang tamu yang sedikit lebar itu sembari melihat-lihat ruangan. Ada beberapa rak buku yang berisi terjemahan riyadhus shalihin karangan imam nawawi, lengkap dengan arabnya. Samsul juga melihat ada beberapa foto keluarga dari pak aziz, istrinya dan wanita bercadar di tengah keduanya.

“yang bercadar itu pasti syifa” gumam samsul dalam hati.
“eh.. nak samsul” sapa ibu syifa yang baru tiba rumah sehabis belanja.

            Samsul segera beranjak dari tempat duduk empuk itu dan menyambut tangan istri pak aziz lalu menciumnya. “kamu kapan datang nak?” lanjutnya.

“Alhamdulillah, baru sampai bu”
“sudah ketemu bapak?”
“sudah bu..”
“oh.. ayo-ayo duduk lagi, ibu siapkan makan siang dulu buat kita”
“terimakasih bu..”

            Samsul tersenyum senang, karena telah melihat kedua orang tua syifa. Orang tua yang sangat baik dalam menyambut tamunya dan orang tua yang sangat peduli pada agama. Sangat beruntung bila samsul mendapatkan mertua seperti ayah dan ibu syifa.

            “bagaimana nak samsul, perjalanan menuju jakarta?”tanya pak aziz yang memegang dua cangkir bersisi teh, lalu menyuguhkannya.
“alhamdulillah lancar pak..”
“alhamdulillah jika seperti itu..
“hm.. syifa kemana pak?” tanya samsul
“oh iya, syifa tadi izin pergi untuk menghadiri kajian di masjid an-nur, tapi sudah lewat dzuhur gini ko belum pulang ya?”

            Pak aziz mulai cemas, karena biasanya sebelum dzuhur syifa sudah tiba dirumah. Kini wajahnya mulai menghadap jam besar yang berada diruang tamu, fiikirannya menerawang jauh.
“syifa kemana yah?” gumam pak aziz.

***

            Adam tak kunjung siuman dari pingsannya. Pukulan lelaki itu nampaknya terlalu kuat menyentuh pipi adam hingga ia hilang kesadaran. Sudah jam dua siang. Wanita itu menunggu dengan sabar sampai adam kembali sadar.

“astagfirullah..” suara adam parau menahan sakit di pipinya “saya dimana ini?” 
“kamu ada di puskesmas” sahut wanita bercadar hitam itu yang dengan setia menunggunya.
“maaf.. gara – gara aku kamu jadi seperti ini”

            Adam menatap wanita itu, wajahnya merunduk malu. Namun kembali ia palingkan sembari melihat-lihat ruangan bewarna putih khas puskesmas.

“Ar rijalu qowwamun ‘alan nissa.” Adam memetik potongan ayat dari al qur’an
 “ngga usah sungkan” lanjutnya. “sudah kewajiban seorang lelaki melindungi perempuan”

            Adam segera bangun dan beranjak dari tempat ia berbaring. Bersiap-siap untuk pulang kerumah.
“oh iya.. sekarang jam berapa?”
“jam dua siang”
“duh.. maaf ya, sepertinya saya terlalu lama pingsannya”
“em.. ngga papa ko”

            Kedua mata itu kini saling memandang, kembali terajut  rasa diantara mereka berdua. Mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang lalu, bertemu di pinggiran jalan jakarta. Kedua hati itu kini merasakan hembusan angin segar dari cinta yang baru saja tumbuh, yang kini mulai menjalar keseluruh tubuh serta memasuki sela-sela hati yang telah lama kosong. Mereka menatap dengan sesekali merunduk malu, seperti dua anak kecil yang masih polos dan lugu. Tapi rasanya, tak mungkin mengungkapkan rasa pada orang yang belum di kenal.

“hm.. maaf nama kamu siapa?” tanya adam dengah pipi yang memerah.
“nama ku.. syi..” belum sempat memberitahukan namanya, perawat sudah membuka pintu dan masuk kedalam ruangan. Ia kembali mengecek luka adam akibat pukulan keras di pipinya.
“sudah membaik, habis ini anda sudah boleh pulang”
“terimakasih..”

            Setelah sang perwat keluar dari ruangan, mereka berdua kini beranjak untuk segera pulang.

“mau aku temani pulang kerumah?” wanita bercadar itu mengajukan diri.
“ah.. ngga perlu, saya gak papa ko cuma memar sedikit”

            Mereka mulai keluar ruangan secara bersama.  Tetap diam dan saling menunda untuk bertanya.
“Nama saya adam, kamu?”
“Aku syifa..” jawab wanita bercadar hitam dengan wajah masih merunduk malu.

            “Hm.. Syifa..” adam berbicara dalam hati kecilnya. “akan ku ingat nama mu dalam hati ini, akan ku ingat mata mu dalam fikiran ini, kau harus bertanggung jawab karena telah menjatuhkan hati ku”
“Semoga Allah mempertemukan kita kembali” lanjutnya.
“apa?” tanya syifa.
“eh, ngga..” adam salah tingkah

            Kini mereka berdua saling berpamitan, meskipun hati enggan untuk beranjak pergi. Di kepala mereka tersimpan banyak sekali pertanyaan. Namun bibir terasa keluh saat ingin mulai bertanya. Ya, mungkin ini yang di namakan jatuh cinta. Saat kedua mata saling beradu dan kedua hati saling memendam perasaan yang sama, cinta. Tidak mengatakan cinta pada orang yang belum di kenal apa lagi hanya bertemu di jalan, itu sangat baik dan lebih menjaga kehormatan.

“terimakasih ya.. kamu udah tolongin aku” sahut syifa dengan tersipu malu
“iya.. sama-sama”
“em.. kalo gitu aku duluan ya, takut di cariin sama abi
“oh.. iya ga papa duluan aja, dan makasih juga udah mau bawa saya ke puskesmas”

            Syifa hanya menundukan wajahnya.
“Assalamu’alaikum, hati-hati saat pulang ya, adam”

            Adam terpaku, namanya disebut dengan begitu jelas dan lembut. Ia terus melihat syifa yang baru saja pergi. Perasaan senang, sakit dan bahagia tercampur jadi satu, pun rasanya jadi aneh dan tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Perasaan ini hanya adam yang tahu dan apakah syifa juga merasakannya, perasaan yang sama seperti adam, cinta.


“wa’alaikumsalam, hati-hati juga, syifa” sahut adam pelan.


Bersambung...

You May Also Like

0 komentar